Bukan Untuk Kita Bertiga
Chapter 2 : Janji di Balik Gulungan Ijazah
Ruang ujian terasa pengap meski AC berderu kencang. Rani menggigit ujung pulpennya, matanya menyapu deretan soal esai di hadapannya. Keringat dingin mengalir di tengkuknya saat jam dinding di depan berdetak dengan keras, seolah mempercepat ritme jantungnya. Dari bangku sebelah, Dira melirik ke arahnya sambil tersenyum lemah - sebuah pengingat bahwa mereka dalam situasi yang sama.
Di luar jendela, Aldo terlihat mondar-mandir sambil memeluk berkas catatannya yang sudah compang-camping. Bibirnya komat-kamit seperti sedang berdoa atau mungkin menghafal rumus terakhir. Ketika bel berbunyi menandakan akhir ujian, Rani berdiri dengan kaki gemetar. Tiga minggu tekanan akademik terasa seperti beban seratus kilo di pundaknya.
"Kalian... kalian bisa nggak?" tanya Aldo dengan suara serak ketika mereka berkumpul di koridor. Matanya yang biasanya berbinar sekarang dikelilingi lingkaran hitam. Dira langsung merogoh tasnya dan mengeluarkan tiga botol minuman energi. "Persediaan terakhir. Untuk kita bertiga."
Minggu-minggu berikutnya diisi dengan kecemasan menunggu pengumuman. Mereka menghabiskan waktu di perpustakaan dengan pretense mencari referensi untuk proyek berikutnya, tapi sebenarnya saling mengawasi untuk memastikan tidak ada yang stress-eating berlebihan. Sampai akhirnya, di pagi yang cerah itu, papan pengumuman dipenuhi kerumunan mahasiswa yang bersorak dan menangis.
"Kita... kita lulus!" teriak Dira sambil memeluk Rani dengan kekuatan yang hampir mematahkan tulang rusuk. Aldo langsung berlari kecil mengelilingi lapangan seperti pesepakbola yang baru mencetak gol, jas almamaternya berkibar-kibar diterpa angin. Rani tertawa sambil menyeka air matanya yang jatuh tanpa ia sadari.
Malam itu, di restoran kecil yang menghadap ke taman kota, mereka duduk mengelilingi meja kayu yang dihiasi lilin. Udara malam yang sejuk bercampur dengan aroma steak dan anggur merah. "Untuk kita," toast Aldo sambil mengangkat gelasnya, "tiga idiot yang somehow berhasil melewati neraka ini bersama-sama."
Dira tiba-tiba menarik napas dalam. "Aku punya ide," katanya sambil mengeluarkan tiga kertas kecil dari tas. "Bagaimana kalau kita buat janji? Di sini, sekarang. Apa pun yang terjadi setelah ini, apapun jalan hidup yang kita pilih, kita akan tetap menjadi support system satu sama lain." Suaranya bergetar penuh emosi.
Rani memandangi kertas di tangannya, lalu ke wajah kedua sahabatnya yang diterangi cahaya lilin yang berkedip-kedip. Di atasnya, dengan huruf-huruf rapi, ia menulis: 'Aku janji akan selalu mendengar cerita kalian, bahkan tentang hal-hal kecil seperti kopi dingin atau hujan di jendela.'
Aldo menulis janjinya sambil sesekali memicingkan mata seperti sedang mengukir prasasti. "Bacalah dengan suara keras," pinta Dira. Dengan gaya teatrikal khasnya, Aldo membacakan: "Aku berjanji akan tetap membuat kalian tertawa meski harus jadi badut pesta ulang tahun anak tetangga."
Tawa mereka menggema di keheningan malam. Di luar, bintang-bintang berkelip seolah menjadi saksi. Mereka bertukar kertas seperti bertukar potongan jiwa, lalu menyimpannya dengan hati-hati di dompet masing-masing. Malam itu, di antara rintikan hujan ringan yang mulai turun, tiga hati terikat oleh sesuatu yang lebih kuat dari sekedar ikatan akademis - sebuah ikrar yang ditulis dengan tinta kenangan dan kopi kampus.

Si Bodoh yang Jenius
Jojo, cowok pintar yang sombong, awalnya menertawakan Maria, siswi baru cantik keturunan Chinese yang bodoh dalam pelajaran. Namun setelah dipasangkan untuk belajar bersama, Jojo perlahan kagum dengan kerja keras Maria. Maria yang dulunya selalu gagal, kini semakin berkembang berkat bimbingan Jojo. Senyuman dan semangat Maria membuat hati Jojo goyah. Semakin lama, Maria tidak hanya belajar dengan baik, tapi juga menanjak pesat hingga membuat Jojo terancam. Dari hubungan guru–murid kecil-kecilan, hubungan mereka berkembang menjadi persahabatan hangat yang penuh ketegangan batin karena persaingan.
read more
Lolongan Terakhir di Hutan Kelam
Di sebuah desa terpencil dekat hutan, serangkaian kematian brutal terjadi. Hewan ternak dan manusia ditemukan tewas dengan tubuh tercabik. Arman, seorang pemuda desa, mulai menemukan bahwa keluarganya terikat kutukan manusia serigala. Saat ayahnya berubah menjadi monster, rahasia kelam keluarga terkuak. Arman harus melawan bukan hanya ayahnya, tapi juga roh serigala purba yang berusaha mengambil alih tubuhnya. Dengan pisau bulan, ia berusaha menghentikan kutukan, namun setiap langkah justru menyeretnya semakin dalam ke dalam kegelapan.
read more
Sehabis Mencintai, Aku Belajar Melepaskan
Kisah Rania bermula dari cinta yang begitu dalam, namun meninggalkan luka yang menghancurkan. Ia berusaha bangkit di tengah kebingungan, dihadapkan pada pilihan antara Adi—cinta lama yang kembali meminta kesempatan—dan Damar, sahabat yang tulus namun diam-diam mencintainya. Di perjalanan, Rania menemukan bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan pada kenangan, tapi juga berani membuka pintu baru. Apakah Rania akan memilih cinta yang pernah menyakitinya, atau cinta baru yang penuh ketenangan?
read more
Primadona Mengejar Pecundang
Dita, primadona dan peringkat pertama SMA Permata Kasih, awalnya menganggap Zeno sebagai siswa bodoh tak berguna. Namun saat melihat keteguhan dan potensi tersembunyi Zeno, ia justru berbalik jatuh hati dan bertekad membimbingnya. Tak disangka, Zeno bukan hanya menyusulnya, tapi mengalahkannya—baik dalam pelajaran, maupun dalam permainan perasaan......
read more
Bukan Untuk Kita Bertiga
Rani, Dira, dan Aldo bersahabat sejak kuliah. Namun semuanya mulai berubah saat Rani diam-diam jatuh cinta pada Aldo, yang ternyata memiliki perasaan pada Dira. Dira, yang menyadari hal itu, mencoba menjauh demi menjaga persahabatan mereka, tapi justru menyebabkan konflik batin yang lebih besar. Kisah ini menggambarkan cinta yang tidak bisa dimiliki tanpa menghancurkan sesuatu yang lain.
read more
Bukan Gamon
Vira baru saja putus dari Hamdan dan merasa dunia runtuh. Ia gagal move on, hingga Hadnyan—teman mantan yang dikenal cuek dan introvert—tiba-tiba muncul dalam hidupnya. Sifat Hadnyan yang suka jahil tapi tidak pernah benar-benar hadir membuat Vira bimbang: nyaman, tapi terluka. Siklus hadir-menghilang Hadnyan membuat Vira kelelahan secara emosional, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi. Namun, Hadnyan yang selama ini diam mulai berubah. Perasaan mulai jujur disampaikan, luka mulai diobati.
read more