Kenangan Dira
Chapter 4 : Beban di Bahu
Kondisi kesehatan yang semakin parah membuat ayah Dira harus menerima kenyataan pahit: ia tidak lagi mampu bekerja. Keputusan ini diambil setelah banyak pertimbangan dan diskusi panjang antara dia dan istrinya. Ia harus melepaskan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber penghidupan keluarga, dan kenyataan ini menghancurkan hatinya. Rasanya seperti kehilangan bagian penting dari dirinya sendiri.
Setiap pagi, saat sang ibu bersiap-siap untuk pergi bekerja, sang ayah hanya bisa menatap dengan mata yang penuh kesedihan. Ia merasa bersalah karena tidak bisa lagi memenuhi perannya sebagai pencari nafkah. Ia merasa gagal sebagai kepala keluarga. Di dalam hatinya, ada rasa frustasi dan kekecewaan yang mendalam terhadap dirinya sendiri. Ia ingin sekali bisa bangkit dan kembali bekerja, tetapi tubuhnya tidak lagi mendukung keinginannya.
"Semuanya akan baik-baik saja, kita akan melalui ini bersama," kata sang ibu suatu pagi, mencoba menenangkan suaminya sebelum ia berangkat bekerja. Senyum lembutnya menyembunyikan rasa lelah yang ia rasakan, tetapi ia tahu bahwa ia harus kuat demi keluarga mereka.
Ayah Dira merasakan campuran emosi yang rumit setiap kali melihat istrinya pergi bekerja. Ada rasa syukur yang mendalam karena istrinya begitu kuat dan penuh kasih, tetapi juga ada rasa malu yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ia merasa seperti beban yang harus ditanggung oleh istrinya, dan perasaan itu semakin menghimpit hatinya. Setiap kali ia melihat senyum Dira, hatinya terbelah antara kebahagiaan dan kepedihan. Kebahagiaan karena Dira adalah cahaya hidupnya, dan kepedihan karena ia merasa tidak bisa memberikan yang terbaik untuk putri kecilnya.
Hari-hari di rumah menjadi panjang dan sunyi. Ia sering duduk di kursi dekat jendela, menatap ke luar dengan pikiran yang melayang jauh. Dulu, ia selalu sibuk dengan pekerjaan, merasa bangga bisa memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Kini, ia merasa terperangkap dalam tubuh yang tidak lagi bisa diandalkan. Ia merasa kehilangan identitasnya, merasa tidak berguna.
Perasaan depresi semakin dalam menghantui pikirannya. Ia merasa terasing di rumahnya sendiri, terjebak dalam lingkaran ketidakberdayaan. Setiap kali mendengar Dira tertawa atau menangis, hatinya sakit karena ia tidak bisa melakukan banyak hal untuknya. Ia merasa seperti ayah yang gagal, meskipun ia tahu di dalam hati bahwa itu bukan kesalahannya.
Namun, di tengah kegelapan itu, ada momen-momen kecil yang memberikan secercah cahaya. Setiap kali Dira merangkak mendekatinya, memeluk kakinya dengan tawa riang, ia merasakan sejenak kehangatan yang menyentuh hatinya. Setiap kali sang ibu pulang dari kerja, membawa senyum dan cerita tentang hari-harinya, ia merasakan kekuatan yang perlahan kembali. Ia menyadari bahwa meskipun dirinya tidak bisa bekerja, kehadirannya di rumah tetap berarti bagi keluarganya.
Di malam-malam yang sunyi, setelah Dira tertidur lelap, mereka sering duduk bersama di ruang tamu. Sang ibu akan menceritakan pengalamannya di tempat kerja, dan mereka berbagi mimpi serta harapan untuk masa depan. Meski kondisi sulit, mereka tetap menemukan cara untuk saling mendukung dan mencintai. Sang ayah berusaha keras untuk tidak membiarkan depresinya mengambil alih, mencoba menemukan harapan dalam setiap senyum dan tawa Dira.
"Kita akan melalui ini bersama, dengan cinta dan kekuatan," bisik sang ibu suatu malam, saat mereka duduk bersama di ruang tamu. Kata-kata itu selalu menjadi pengingat bagi sang ayah bahwa ia tidak sendirian dalam perjuangan ini. Mereka adalah sebuah tim, sebuah keluarga yang akan menghadapi segala rintangan bersama-sama.
Di luar, bintang-bintang bersinar terang di langit malam, seolah memberikan harapan bahwa ada cahaya di ujung kegelapan. Di dalam rumah yang penuh dengan cinta dan dukungan, sang ayah menemukan alasan untuk terus berjuang, meski jalannya penuh dengan kesulitan. Mereka tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi bersama-sama, mereka siap menghadapi segala tantangan dengan hati yang penuh harapan dan cinta.
 
																			 
																			Si Bodoh yang Jenius
Jojo, cowok pintar yang sombong, awalnya menertawakan Maria, siswi baru cantik keturunan Chinese yang bodoh dalam pelajaran. Namun setelah dipasangkan untuk belajar bersama, Jojo perlahan kagum dengan kerja keras Maria. Maria yang dulunya selalu gagal, kini semakin berkembang berkat bimbingan Jojo. Senyuman dan semangat Maria membuat hati Jojo goyah. Semakin lama, Maria tidak hanya belajar dengan baik, tapi juga menanjak pesat hingga membuat Jojo terancam. Dari hubungan guru–murid kecil-kecilan, hubungan mereka berkembang menjadi persahabatan hangat yang penuh ketegangan batin karena persaingan.
read more 
																			Lolongan Terakhir di Hutan Kelam
Di sebuah desa terpencil dekat hutan, serangkaian kematian brutal terjadi. Hewan ternak dan manusia ditemukan tewas dengan tubuh tercabik. Arman, seorang pemuda desa, mulai menemukan bahwa keluarganya terikat kutukan manusia serigala. Saat ayahnya berubah menjadi monster, rahasia kelam keluarga terkuak. Arman harus melawan bukan hanya ayahnya, tapi juga roh serigala purba yang berusaha mengambil alih tubuhnya. Dengan pisau bulan, ia berusaha menghentikan kutukan, namun setiap langkah justru menyeretnya semakin dalam ke dalam kegelapan.
read more 
																			Sehabis Mencintai, Aku Belajar Melepaskan
Kisah Rania bermula dari cinta yang begitu dalam, namun meninggalkan luka yang menghancurkan. Ia berusaha bangkit di tengah kebingungan, dihadapkan pada pilihan antara Adi—cinta lama yang kembali meminta kesempatan—dan Damar, sahabat yang tulus namun diam-diam mencintainya. Di perjalanan, Rania menemukan bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan pada kenangan, tapi juga berani membuka pintu baru. Apakah Rania akan memilih cinta yang pernah menyakitinya, atau cinta baru yang penuh ketenangan?
read more 
																			Primadona Mengejar Pecundang
Dita, primadona dan peringkat pertama SMA Permata Kasih, awalnya menganggap Zeno sebagai siswa bodoh tak berguna. Namun saat melihat keteguhan dan potensi tersembunyi Zeno, ia justru berbalik jatuh hati dan bertekad membimbingnya. Tak disangka, Zeno bukan hanya menyusulnya, tapi mengalahkannya—baik dalam pelajaran, maupun dalam permainan perasaan......
read more 
																			 
																			 
																			